Pengantar Redaksi: Dalam terbitan /Warta RC dimuat
suatu ucapan belasungkawa atas berpulangnya Olivia Laurencia, 10 tahun,
keponakan dari Jelly Lim, anggota Dewan Paroki Regina Caeli. Banyak Warga RC
yang menyempatkan diri melayat di rumah duka ikut menitikkan air mata tapi
sekaligus diteguhkan iman mereka mendengar kisah hidup Olivia yang berjuang
melawan penyakitnya sejak usia satu setengah tahun. Berikut adalah kesaksian
yang ditulis oleh salah seorang kerabatnya. Semoga kesaksian ini membawa kita
pada permenungan yang mendalam tentang makna hidup kita masing-masing.
Tiga Juli 1999, tangis bayi memecah kesunyian. Sang bayi
mungil lahir ke dunia membawa kebahagiaan bagi pasangan Jimmy dan Aiwan. Kulit
putih kemerah-merahan, mata yang sungguh indah, bahkan ia memiliki bobot tubuh
yang cukup besar dibandingkan ukuran normal bayi yang baru lahir. Semua orang
yang melihat memuji sang bayi cantik yang kemudian diberi nama Olivia Laurencia
dengan nama kecil Ping Ping ini. Yah, ini adalah mahakarya yang sungguh indah
dari Tuhan bagi keluarga muda itu.
Sang bayi mungil tumbuh cepat dan makin cantik dari waktu ke
waktu. Babak baru kehidupannya dimulai ketika umur satu setengah tahun. Saat
anggota keluarga yang lain melihat adanya kelainan penglihatan pada Oliv kecil,
segera mereka memeriksakannya ke dokter. Bagaikan disambar petir mereka harus
menerima kenyataan bahwa Olivia divonis menderita kanker mata, atau istilah
kedokterannya penyakit /Retina Blastoma/. “Biasanya untuk penyakit begini
umurnya paling sekitar 2 tahun lagi,” demikian kata sang dokter yang terus
terngiang-ngiang di ingatan orangtuanya.
Bergelut dengan Pengobatan
Berbagai pengobatan mulai dijalani, bahkan pengobatan sampai
ke luar negeri. Dokter menyarankan agar bola mata kiri yang terkena kanker
segera diangkat. Namun sang papa bersikeras untuk tidak mengambil jalan itu.
“Dia seorang anak gadis, bagaimana dia menghadapi hidupnya kelak dengan mata
palsunya. Jalan ini juga tidak bisa menjamin 100% sel kanker itu hilang begitu
saja. Mata dia sungguh indah, semua orang juga mengakuinya,” berontak sang
papa. Akhirnya dipakailah cara /kemotherapy/ untuk mematikan sel-sel kanker
yang telah tumbuh itu. Saat sang putri kesayangan teriak menahan sakit yang
dideritanya, sang papa tidak kuat menerima kenyataan itu bahkan ia membenturkan
kepalanya sendiri ke dinding.
Menurut pengakuannya meski sudah dibaptis dan menjadi
pengikut Kristus, Jimmy dan Aiwan belum menjadi pengikut Kristus yang
sesungguhnya. Untuk pergi ke gereja pun kadang masih agak ogah-ogahan. Tepatnya
hanya menjadi umat yang biasa-biasa saja. Dalam mimpinya suatu malam Jimmy
didatangi oleh malaikat yang membawa sebuah maklumat berisi hanya satu kata
‘BAPTIS’. Setelah menceritakan kepada saudaranya, saudaranya itu memberikan
masukan “baptis berarti kamu mesti bertobat!”. Sambil tetap menjalani
pengobatan, kondisi Olivia mengantar papa dan mamanya lebih rajin dalam berdoa
dan mengikuti persekutuan. Mereka lebih berpasrah dan menyerahkan sepenuhnya
kepada kehendak Bapa. Mereka bertumbuh dalam iman di tengah penyakit yang
diderita Olivia.
Di sela-sela kesibukan mengurusi pengobatan Olivia, Allah
mendatangkan penghibur di keluarga ini. Seorang anak pemberian Tuhan hadir di
tengah mereka. Sang adik kecil itu kemudian diberi nama Yohanes Natanael.
Setidaknya ini adalah suatu penghiburan di tengah kesedihan mereka.
Olivia sempat menjalani dua kali /kemotherapy /yang membuat
kondisi fisiknya /drop./ Saat ia /drop/ dan trombosit dalam tubuhnya turun,
sang papa dan pamannya dengan kondisi was-was musti siap mengantri sepanjang
hari untuk mendapatkan bantuan darah di PMI. Demikian sepanjang hidupnya Olivia
menjalani pengobatan. Biasanya setelah /therapy/ ia mengalami kerontokan rambut
hingga botak sama sekali. Dengan fisik yang demikian Olivia tidak pernah merasa
rendah diri. Ia tetap menjadi anak yang periang. Bahkan di sekolah ia termasuk
salah satu murid yang memiliki prestasi yang cemerlang. Seluruh keluarga besar
sangat menyayangi dan memberi perhatian penuh kepadanya. Saat ilmu kedokteran
sudah angkat tangan dan hanya memberikan harapan kosong atas kesembuhannya,
seluruh keluarga tidak berputus asa. Berbagai pengobatan alternatif dijalani.
Pantangan-pantangan makanan selalu dituruti oleh gadis kecil ini. Obat-obatan
dari berbagai bentuk dan rasa yang sungguh merusak indra pengecapan juga
dilahap dengan pasrah.
Membawa kepada Kristus
Dalam kondisi demikian, Oliv kecil sungguh bergantung pada
Tuhan Yesus. Setiap pagi saat jam dinding baru menunjukkan pukul 04.00, bagai
jam weker Olivia membangunkan orangtuanya untuk mengajak doa pagi. Ketika
melihat papanya bersedih hati, Olivia selalu berujar Dengan polosnya
Olivia berujar dan mengajarkan papanya “Dalam masalah apa pun kita harus selalu
tersenyum. Imannya kepada Yesus itu membuat ia boleh dibilang tak pernah
mengeluh soal penyakit yang dideritanya. Ia bahkan tak pernah menangis karena
penyakit itu.
Iman Olivia ini menghantarkan sang kakek, nenek, om, tante
yang belum mengenal Kristus menjadi orang-orang percaya. Ketegaran Olivia
membuat mereka semua merasakan bahwa Yesus sungguh ada bersama Olivia. Hal itu
pula yang kemudian mendorong keluarga besarnya semakin berpasrah pada Yesus.
Bahkan mereka kemudian terjun aktif dalam kegiatan rohani di lingkungannya.
Sungguh inilah karya besar yang ditinggalkannya.
Bulan-bulan terakhir menjelang ajalnya ia menunjukkan
kasihnya yang luar biasa kepada keluarganya, terutama kepada adik kecilnya. Ia
berujar kepada sang mama “Kan Oliv mau jadi peri yang baik hati”. Natal
dan malam Tahun Baru 31 Desember 2008, meskipun menahan sakit kepala yang
belakangan selalu menyerangnya, ia berusaha tetap ceria. Saat acara tukar kado
bersama jemaat Gereja, ia juga masih selalu bercanda dengan semua orang.
Beberapa hari kemudian, 4 Januari 2009, saat sakit kepala yang semakin parah
dan disertai dengan muntah-muntah, keluarga memutuskan untuk merawatnya di
rumah sakit. Semakin lama kondisi fisiknya semakin parah. Tubuhnya bahkan sudah
sulit untuk menerima asupan makanan. Hal yang ditakutkan pun terjadi. Hasil MRI
menunjukkan sel kanker yang sudah membutakan mata kirinya telah menjalar sampai
ke otak bahkan ke seluruh tubuhnya.
“Terimakasih Tuhan Yesus”
Setiap hari ia hanya bisa terbaring lemas dan tertidur. Saat
ia terbangun, kesakitan yang sungguh luar biasa dialaminya. Ia hanya bisa
berteriak, “Aduh sakit, sakit sekali Tuhan…”. Sang mama yang tidak
kuat melihat penderitaan putrinya mengatakan, “Kalau sakit sekali, menangis
saja Oliv,” tapi anak ini sungguh kuat. Dia tidak pernah mau menangisi
kesakitannya. Orang tuanya kembali dikuatkan dan diajarkan untuk tetap tegar
dalam segala masalah, walaupun itu tidak mengenakkan. Kesakitannya semakin
memuncak, bahkan obat penahan sakit yang diberikan dokter sudah tidak bisa
menghilangkan rasa sakit itu. Dua malam menjelang ajalnya, Oliv yang bulan Juli
mendatang genap berumur 10 tahun berdoa penuh iman. “Terima kasih Tuhan atas
kasih karuniaMu, Oliv percaya Oliv sudah sembuh, Oliv sudah dipulihkan. Tidak
ada satu penyakit apa pun di badan Oliv, dari ujung rambut sampai ujung kaki
Oliv, karena sudah Engkau tebus di kayu salib. Tuhan berkati Oliv, Tuhan ampuni
semua dosa Oliv, terima kasih Tuhan, Haleluya, Amin…” Sebuah doa yang
sungguh indah dan penuh makna. Doa seorang anak yang sungguh mencintai dan
mengimani Yesus.
Saat malam terakhir ia bahkan sempat meminta sang papa yang
memang sangat dekat dengannya untuk memeluk, menurunkannya dari ranjang pasien
dan memangkunya. Dia meminta kepada semua orang dan keluarga yang
mengunjunginya untuk senantiasa berdoa dan mendoakannya sepanjang malam itu.
Detik-detik maut semakin mendekatinya. Dalam kesakitan yang sudah tidak
tertahan, kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya “Sakit sekali ya
Tuhan, Oliv sudah tidak tahan lagi…” kemudian kepalanya jatuh terkulai
sambil berucap “Trima kasih Tuhan Yesus” . Kemudian ia sudah tidak
sadarkan diri, tubuhnya mulai kejang-kejang. Saat sang papa membisikkan ke
telinganya “Papa merelakan Oliv pergi, karena papa percaya di surga penuh damai
sejahtera dari pada di dunia dengan menanggung penderitaan. Saat Oliv bertemu
dengan Yesus dan Yesus ingin memegang tangan Oliv, segeralah sambut tangan-Nya.
Selamat jalan Oliv kami semua merelakan Oliv.” Dalam kondisi yang sudah ‘koma’
Olivia meneteskan airmata.
Sesaat setelah itu, bergantian istri pendeta memegang tangan
Oliv sambil membisikkan di telinganya, “Kalau Oliv sudah bertemu Tuhan Yesus,
Oliv genggam kencang tangan tante yah..” Dalam keadaan ‘koma’ itu ia benar
benar menggenggam tangan itu dan tak lama kemudian Oliv kecil pun pergi untuk
selamanya dengan perlahan, tenang dan damai. Dua belas Januari 2009, pukul
15.45.
Tugasnya sudah selesai
Kedua orang tuanya tentu sedih dengan kepergiannya. Tapi
mereka mengimani bahwa Olivia sudah bahagia di surga selamanya. Mereka berusaha
menahan tetesan airmata dan merelakan kepergiannya. Mereka berusaha meneladani
apa yang selalu dikatakan Olivia selama hidupnya, bahwa “Segala sesuatu ada
waktunya; selalu tersenyumlah dalam segala hal; tetap kuat dan tegar dalam
pergumulan; berserah dirilah kepada Tuhan Yesus, karena Dia akan memberikan
jalan terbaik dan selalu mengasihi kita”.
Jasadnya sudah terbaring kaku, tapi ia terlihat seperti
hanya tertidur. Semua pelayat yang melihat, memuji Olivia bagaikan peri kecil
cantik yang tertidur pulas. Wajah dan kulitnya putih bersih. Bibir kecilnya
menyunggingkan senyum kecil bahagia. Salah satu mata yang tadinya agak cekung
karena sel kanker sudah menggerogoti dan membutakan mata kirinya bahkan
terlihat normal kembali. Ia benar-benar seperti tertidur. Semua mengimani, saat
ajal menjemputnya Tuhan terlebih dahulu memulihkan fisiknya. Keluarga besarnya
juga mengimani bahwa Olivia adalah penolong yang diberikan Tuhan di
tengah-tengah keluarga mereka. Melalui sakit yang dideritanya satu persatu
anggota keluarga besarnya bertobat dan menerima Kristus. Tugas malaikat kecil ini
sudah selesai, maka ia kembali dipanggil Bapa ke surga.
Bahkan saat pemakamannya, di tengah-tengah cuaca yang
sepanjang hari dipenuhi hujan deras, ketika kebaktian pamakaman dimulai, dan
ketika sang pemimpin Ibadat menyerukan “Semoga prosesi pemakaman ini diliputi
dengan cuaca cerah… Tuhan, walaupun kami tidak dapat melihat dengan mata kami
tapi kami yakin Tuhan hadir di tempat ini,” detik itu juga, gemuruh guntur
berbunyi seakan langit menjawab. Dan hujan yang sepanjang hari menyelimuti
bumi, seketika berhenti. Semua yang menghantar ke pemakaman ini dengan tertegun
berujar dalam hati, “Sungguh ia benar-benar dikasihi Tuhan”.
Segalanya berjalan lancar, kepergian sang malaikat kecil
bahkan didoakan dan dihantar oleh beratus-ratus pelayat. Walaupun Olivia sudah
tidak ada di dunia, tapi karyanya dalam dunia sungguh selalu akan dikenang.
Karena bukan diukur dari berapa lama kita tinggal di dunia, tetapi seberapa
berartinya hidup yang kita jalani.
Selamat jalan Olivia, doa kami menyertaimu selalu. Dan kami
percaya, engkau juga senantiasa mendoakan kami dari sana.
Sumber : sumbercerita.com
0 comments:
Post a Comment